ExxonMobil Tidak Bertanggung Jawab di Aceh ?

Oleh Safrizal 
(Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Malikussaleh-HIMIPOL UNIMAL).

Dengan adanya ExxonMobil di Aceh kita anggap dapat membangkitkan ketertinggalan daerah terutama segi pembangunan inftrastruktur, selain itu juga dapat meningkatannya pendapatan daerah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat seperti peningkatan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja baru baik berupa pertanian maupun perkebunan dll.


ExxonMobil yang berada di Aceh yang tepatnya di Kabupaten Aceh Utara sejak tahun 1977 sampai dengan sekarang (tahun 2012) belum terpenuhi kepentingan masyarakat seperti pembangunan jalan, terutama jalan yang menjadi tanggung jawab Exxon seperti jalan dari arah Simpang Ceubrek Kecamatan Syamtalira Aron yang menghubung kecamatan Nibong, Tanah Luas, Matang Kuli dan Pirak Timu serta jalan dari arah PT. Aron NLG Blang Lancang Kecamatan Muara Satu Kota Lhokseumawe sampai ke jalan Kecamatan Nibong Aceh Utara yang berkisar jarak sekitar 60 km.
Padahal sejak dioperasikannya ExxonMobil yaitu ekploitasi minyak dan gas (migas) tersebut bukan hanya jalan dapat dibangun, akan tetapi negarapun sanggup di bangun. 

Sementara dalam beberapa tahun terakhir ini menyebarkan isu bahwa ExxonMobil milik perusahaan Amerika Serikat tersebut akan meninggalkan Aceh pada tahun 2014, namun kalau kita perhitungkan dari sekarang (tahun 2012) hanya berkisar waktu sekitar 2 tahun lagi pengoperasiaan ExxonMobil di Aceh.

Hal itu terungkap dalam sebuah pertemuan yang berlangsung di Academic Community Center (ACC) Universitas Malikussaleh Lhokseumawe antara ExxonMobil dengan masyarakat, Rabu (15/4/2010).

Masyarakat mengharapkan agar ExxonMobil tidak meninggalkan Aceh Utara dengan begitu saja, melainkan diharapkan dapat menyelesaikan masalah lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar ladang Arun Field.

Keberadaan ExxonMobil di Aceh selama ini dinilai kurang memberi manfaat bagi masyarakat sekitar. Kondisi itu disebabkan karena peraturan perundangan yang ada sangat merugikan daerah penghasil gas tersebut.

Warga mengatakan, dengan otonomi khusus yang dinikmati Provinsi Aceh saat ini, hasil 70 persen bagi hasil migas justru lebih banyak dinikmati pemerintah provinsi dibandingkan pemerintah kabupaten.

Dua Masalah Utama
Ketua Tim Migas Aceh Utara, Terpiadi A Madjid mengatakan, ada dua masalah utama yang harus dipikirkan sehubungan dengan akan berakhirnya aktivitas Exxon Mobil di Aceh.

Pertama, masalah kerusakan lingkungan. Terpiadi menyebutkan, salah satu limbah yang dihasilkan Exxon Mobil adalah mercuri dan saat ini tidak diketahui di mana mercuri itu disimpan. Persoalan kedua, sumur tua yang ada saat ini seharusnya bisa digarap Pemkab Aceh Utara bekerja sama dengan pihak lain. 
Sementara itu Prof Dr Rudi Ribiandini dari ITB Bandung mengatakan, ladang gas ExxonMobil yang ditinggal kan bisa diserahkan kepada Pertamina agar bisa dimanfaatkan hasilnya oleh pemerintah daerah.

Transfer teknologi pertambangan tidak pernah terjadi selama keberadaan Exxon di Aceh, karena itu diusulkan supaya ada Fakultas Pertambangan, baik di Polteknik Negeri Lhokseumawe maupun di Universitas Malikussaleh. Gagasan ini sesuai dengan fokus kebijakan sosial Exxon dalam bidang kesehatan, pendidikan dan pengembangan perekonomian masyarakat.

Dukung Pemerintah Aceh
Sebelumnnya, Manajer Arun Field ExxonMobil, Barton P Cahir mengatakan, pihaknya tidak akan meninggalkan Aceh begitu saja, namun tetap mendukung Pemerintah Aceh dalam berbagai sektor pembangunan, yakni bidang pendidikan, kesehatan dan lainnya. 

Mantan Rektor Universitas Malikussaleh, Prof Abdul Hadi Arifin M.Si waktu itu mengatakan, selama ini Unimal juga telah menerima beberapa aset ExxonMobil berupa bangunan, sehingga asetnya bertambah menjadi Rp600 miliar sekarang ini.

Sejarah Singkat ExxonMobil
Exxon Mobil atau ExxonMobil, bermarkas di Texas, adalah sebuah perusahaan penghasil dan pengecer minyak yang dibentuk pada 30 November 1999 melalui penggabungan Exxon dan Mobil. ExxonMobil adalah induk perusahaan Exxon, Mobil dan Esso di seluruh dunia.

ExxonMobil merupakan perusahaan terbuka yang terbesar di dunia. Keuntungan operasinya pada 2005 sebesar AS$36,13 miliar (sebuah rekor untuk perusahaan diperdagangan publik), sedikit lebih kecil dari PDB Azerbaijan, sedangkan pendapatannya lebih besar dari PDB Arab Saudi. ExxonMobil berkantor pusat di Irving, Texas.

Sementara ExxonMobil mengoperasikan di Lapangan Arun Kecamatan Syamtalira Arun Kabupaten Aceh Utara Propinsi Aceh sebagai KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama/Cooperation Contract Contractor) bagi Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BPMIGAS). Afiliasi ExxonMobil juga mengoperasikan South Lhoksukon A dan D, serta lapangan gas lepas pantai North Sumatera Offshore. Afiliasi ExxonMobil memiliki Participating Interest sebesar 100% di lapangan-lapangan gas tersebut di atas.

Mobil Cepu Ltd. (MCL), Ampolex Cepu PTE. LTD., PT Pertamina EP Cepu dan empat Badan Usaha Milik Daerah: PT Sarana Patra Hulu Cepu (Jawa Tengah), PT Asri Dharma Sejahtera (Bojonegoro), PT Blora Patragas Hulu (Blora) dan PT Petrogas Jatim Utama Cendana (Jawa Timur) yang tergabung menjadi kontraktor di bawah KKS Cepu. ExxonMobil memegang 45 persen dari total saham partisipasi Blok Cepu. KKS Cepu ini akan berlanjut hingga 2035.

Eksploitasi sumber daya alam Aceh oleh Exxon Mobil
Kehadiran Exxon mobil sejak tahun 1968 ternyata hanya melahirkan ketimpangan ekonomi dan sosial, Meski pun perusahaan ini dapat mengeksploitasi gas alam hingga mencapai 3,4 juta ton per tahunnya, tetapi realitas ekonomi penduduk di sekitar mega industri itu masih tunggang langgang.

Exxon Mobil sejak hadir di Aceh sampai dengan sekarang masih menyisakan kontroversi. Menurut kesaksian masyarakat, tanah dirampas tanpa kompensasi yang cukup, operasi perusahaan menimbulkan kerusakan lingkungan yang signifikan, dan,walaupun ada penyerapan tenaga kerja yang terkait dengan pembangunan awal, operasi perusahaaan gas ini telah gagal menurunkan angka kemiskinan yang berada di wilayah sekitarnya. Di atas semua itu, Exxon Mobil dan PT Arun, melalui hubungan mereka dengan TNI, tetap tidak dapat melepaskan diri dari keterlibatan dalam konflik yang melanda Aceh sejak tahun 1970an.(Sumber: Lesley McCulloch, “Greed: The Silent Force of the Conflict in Aceh,” paper tidak diterbitkan, Deakin University, Melbourne, Australia (Oktober 2003), 4, http://www.preventconflict.org/portal/main/greed.pdf.).

Manfaat ExxonMobil di Aceh
Sisi positif penulis melihat dengan adanya ExxonMobil dapat menambah pendapatan daerah, namun sisi negatifnya malah sebaliknya yang terjadi dengan adaya ExxonMobil di Aceh dan menjadi sebuah pertanyaan yang besar, pendapatan dan keuntungan apa yang didapat rakyat Aceh ?, sementara rakyat Aceh masih hidup di bawah garis kemiskinan. Jadi pendapatan dan keuntungannya dimana dan untuk siapa ? yang pasti pendapatan dan keutungannya hanya untuk bisnis kapitalisme Amerika Serikat.

Sementara pada situs berita terpecaya http://waspada.co.id pada tanggal 29 Februari 2012 menurunkan berita yang berjudul "Bantuan ExxonMobil tidak terlihat". Di mana Kondisi Kabupaten Aceh Utara sebagai pemilik lading gas terbesar di Indonesia begitu memprihatinkan. Pasalnya, dana Community Development milik ExxonMobil yang diberikan kepada lingkungan tidak tampak, karena semua dana dikelola oleh LSM asing.

Seharusnya, Aceh Utara atau Provinsi Aceh sebagai daerah paling berjasa, ExxonMobil bisa memprioritaskan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Aceh atau Aceh Utara. Misalnya, dana CD yang diperuntukkan pemberdayaan ekonomi perempuan dapat diserahkan langsung kepada ibu-ibu PKK.

Begitu juga dengan dana pendidikan, kesehatan dan dana lainnya. Sehingga berbagai bantuan ExxonMobil langsung diketahui penerima manfaat. Selama ini, dana CD yang dimiliki ExxonMobil kerap diserahkan kepada Save the Children. “Harusnya tidak seperti itu. Biarlah putra-putri terbaik Indonesia yang melaksanakan itu,” kata Syahbuddin Usman, Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Utara, waktu itu memaparkan kepada waspada.

Padahal, kata dia, banyak bantuan ExxonMobil kepada masyarakat Aceh Utara. Syahbuddin mengaku, Pemkab Aceh Utara dan Aceh tidak berhak mempertanyakan dana CD, karena itu hak dari perusahaan itu sendiri.

Armia Ramli, Humas ExxonMobil mengatakan, ExxonMobil sebelum masuk ke Aceh Utara telah mengikuti berbagai aturan yang ditetapkan Indonesia, begitu juga dengan berbagai persoalan lainnya.

Foto Dokumentasi Jalan yang Menjadi Tanggung Jawab ExxonMobil
Jalan depan Cluster IV - ExxonMobil di Kec. Matang Kuli/Arah Kec. Paya Bakong dan Kec.Pirak Timu Aceh Utara, FOTO by Safrizal
Cluster IV ExxonMobil di Kecamatan Matang Kuli Kab. Aceh Uatara, FOTO by Safrizal
Jalan depan Cluster IV di Kec. Matang Kuli/Arah Kec. Paya Bakong dan Kec.Pirak Timu, FOTO by Safrizal


Sumber: 
Analisa dilapangan dan kutipan dari berbagai sumber seperti:
  1. http://waspada.co.id 
  2. http://www.acehforum.or.id
  3. http://www.batamtoday.com
  4. http://www.exxonmobil.co.id

Related News

Tidak ada komentar:

Leave a Reply