Geulayang Tunang , Simbol Kekompakan Masyarakat Aceh

Kepanikan jelas terlihat di wajah Abdullah Yusuf. Meski sudah berusia 60 tahun, laki-laki berkulit gelap ini tak terlihat lamban dari laki-laki yang usianya lebih muda. Secara bergantian dengan cepat kedua tangannya naik turun, terus menarik tali dari angkasa. Suara petugas penghitung waktu makin kencang dirasanya.


" Tiga... Dua... Satu....!!!! Siapa yang jadi pemenangnya..??" teriak juri penghitung dengan keras. Siapa yang bisa menerbangkan layang-layangnya dengan posisi tertinggi dan tegak lurus, maka dialah yang akan menjadi pemenangnya.

Dan.. Tasss...!!!! Habis sudah harapan Yusuf. Kertas lebar berwarna kuning dan berbentuk burung itu pun terbang entah ke mana rimbanya. Di ketinggian melebihi 500 kaki ke arah langit, Yusuf kehilangan layang-layangnya. Tetes keringat meluncur deras di dahi Yusuf, menunjukkan matahari bersinar cukup panas, dan ini sekaligus menandakan kalau ia harus keluar dari arena pertandingan.

Muhammad Yusuf adalah satu dari 65 peserta lomba layang-layang tradisional aceh, atau yang disebut dengan Geulayang Tunang. Geulayang Tunang adalah sebuah permainan tradisional rakyat perlombaan layang-layang, yang selalu digelar usai musim panen padi. Geulayang Tunang sendiri berarti perlombaan layang-layang. " Permainan ini selalu dimainkan oleh masyarakat aceh saat usai musim panen, dan ini sudah sejak zaman dahulu sudah jadi tradisi, sampai sekarang ini," kisah Yusuf terengah.

Yusuf sendiri sudah memainkan permainan ini sejak usia 18 tahun. Menurut Yusuf, hampir tidak ada anak lak-laki didaerahnya yang tidak menguasai permainan layang-layang ini. Permainan layang-layang tak sekadar sarana untuk bersenang-senang. Rusli (55), seorang juri permainan Geulayang Tunang, mengatakan permainan Geulayang Tunang juga sebagai ajang untuk membentuk jiwa sportifitas dan kebersamaan.

Pada zaman dahulu, menjelang musim panen tiba, orang ramai berkumpul di sudut gampong (desa) di siang menjelang sore. Biasanya, semuanya laki-laki. Ada yang mengumpulkan bambu, ada yang meraut dan melicinkannya, bahkan ada pula yang sibuk melukiskan gambar-gambar rangka. Mulai dari anak-anak hingga orang lanjut usia semua membaur jadi satu seakan tak ada lagi perbedaan. " Disini kental sekali nuansa kekompakan dan kebersamaan yang terjalin antar sesama warga," jelas Rusli.

Dahulu permainan ini menjadi pengisi waktu para petani yang kelelahan seusai memanen padi. Mereka bersyukur kepada sang maha pencipta yang telah melimpahkan rezeki. "Sekarang pun masih seperti itu, meski terkadang sudah tidak diikuti dengan kenduri atau makan bersama, bahkan sekarang ini permainan ini sudah menjadi warisan yang harus terus dijaga, makan ya lomba ini selalu kita adakan setiap tahun agar tak hilang ditelan masa," katanya.

Di Kota Banda Aceh sendiri, permainan yang juga membutuhkan kekuatan tangan ini, sudah dijadikan icon wisata. Hampir setiap tahun, Kota Banda Aceh menyelenggarakan festival geulayang tunang. " Selain untuk melestarikan budaya, festival yang digelar setiap tahun ini juga untuk menjaring wisatawan ke kota banda aceh," kata Tarmizi Yahya Asisten I Tata Pemerintahan Kota Banda Aceh, Sabtu (23/6/2012), usai membuka festival geulayang tunang dalam rangka memperingati HUT Kota Banda Aceh ke-807.

Bahkan, tahun lalu, sebut Tarmizi, Festival Geulayang Tunang ini juga diselenggarakan secara internasional. " Layang-layang tradisional ini kita mainkan dengan layang-layang dari sejumlah Negara di Asia, Eropa dan Amerika, saat itu mereka dari manca negara ini khusus datang untuk mengikuti festival ini," katanya.

Diharapkan festival geulayang tunang ini terus dapat menjadi media promosi budaya dan pariwisata Kota Banda Aceh. Sementaraitu, dari lahan persawahan yang dijadikan arena pertandingan, di kawasan Pango Uleekareng, Banda Aceh, Muhammad Yusuf akhirnya harus mengakui kekuatan layang-layang milik orang lain. Dalam permainan memang harus ada yang menang dan kalah. Sambil mengompres telapak tangannya yang melepuh akibat gesekan benang layang-layang, Yusuf pun menikmati suasana kebersamaan dan sportifitas di lapangan. 

Sumber: kompas.com 

Related News

Tidak ada komentar:

Leave a Reply