Kelompok Buddha dan Muslim Rusuh di Burma

Tentara di Rakhine
Suasana tegang di Rakhine menyusul keadaan darurat yang ditetapkan Minggu (10/06).
Bunyi tembakan dan gedung terbakar terjadi di Burma barat, tempat kerusuhan berdarah antara kelompok Buddha dan Muslim, menurut sejumlah laporan.

Sebagian besar penduduk Muslim di negara bagian Rakhine diungsikan, kata para saksi mata.

Paling tidak tujuh orang tewas sejak Jumat lalu dan satu laporan menyebutkan jumlah korban meninggal mencapai 25 orang.

Presiden Thein Sein menetapkan keadaan darurat Minggu (10/06).

Kekerasan meningkat setelah terbunuhnya seorang wanita Buddha bulan lalu, menyusul serangan terhadap bus yang mengangkut sejumlah warga Muslim.

Beberapa laporan menyebutkan kerusuhan itu pecah hari Jumat di kota Maungdaw dan menyebar ke kota Sittwe dan desa-desa di sekitar.

"Asap mengepul dari banyak arah. Kami ketakutan," kata Ma Thein, warga Rakhine di Sittwe, kepada kantor berita Associated Press.

"Pemerintah harus mengerahkan pasukan keamanan tambahan untuk melindungi dua komunitas ini," katanya.
Kerusuhan di Rakhine
Kerusuhan yang berlangsung sejak Sabtu lalu dilaporkan sudah menewaskan sedikitnya 17 orang.

Kehadiran pasukan keamanan

Nama negara bagian Rakine berasal dari etnik mayoritas Buddha.

Penduduk di negara bagian ini juga terdiri dari suku Rohingya yang menganut agama Islam.

Kelompok Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan resmi dan Burma menganggap mereka sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.

Bangladesh sendiri meningkatkan keamanan di perbatasan karena khawatir eksodus kelompok ini.

Penjaga perbatasan Bangladesh mengatakan mereka menolak sejumlah kapal yang mengangkut kelompok Rohingya Senin (11/06). Sejumlah laporan menyebutkan jumlah mereka berkisar antara 50 sampai 300 orang.

Para aktivis mengkritik pemerintah Burma karena menerapkan keadaan darurat dan dapat membuka jalan pengambilalihan negara bagian itu.

Human Rights Watch menuduh pemerintah Burma menyerahkan kewenangan di negara bagian Rakhine kepada militer, yang menurut mereka memiliki sejarah brutalitas terhadap kelompok Buddha dan Muslim.

Pemerintah sipil terpilih di Burma dalam pemilihan tahun 2010 dan bulan April lalu, kelompok oposisi yang dipimpin Aung San Suu Kyi menduduki kursi di parlemen menyusul pemilihan sela.

Pemerintah Burma Berlakukan Jam Malam
Sementara itu Pemerintah Burma memberlakukan jam malam di empat kota di negara bagian Rakhine, tempat maraknya kekerasan antara umat Budha dan Islam dalam sepekan belakangan.

Ibukota negara bagian, Sittwe, termasuk dalam empat kota yang terkena jam malam tersebut.
Jam malam ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengendalikan kekerasan yang marak di kawasan di dekat perbatasan dengan Bangladesh ini sejak Sabtu (02/06) pekan lalu.
Presiden Thein Sein dilaporkan akan segera menyampaikan pidato lewat stasiun TV nasional untuk meredakan ketegangan antar masyarakat di Rakhine.

Sementara itu koran Cahaya Baru Burma -yang merupakan corong pemerintah- edisi Minggu 10 Juni menurunkan berita yang memperingatkan risiko anarki dan aksi balas dendam yang tidak akan berkesudahan.

Stop Kekerasan atas nama Agama dan Etnis di Myanmar Barat

Solidarity Indonesia for Asean Peopels (SIAP), yang sangat khawatir dengan tindak kekerasan-kekersan atas etnis Rakhine di Myanmar Barat yang mengakibatkan masyarakat sipil meninggal, cedera, kerusakan properti dan banyaknya pengungsi.

Kami menyerukan kepada pemerintah Myanmar untuk segera mengambil langkah untuk dapat melindungi semua warganya dari segala bentuk kekerasan,kematian,teror atas nama agama, etnis atau diskriminasi lainya. Dan segera melakukan penyelidikan investigasi secara independen atas terjadinya kekerasan tersebut. Dan meminta kepada  Pasukan keamanan negara atau keamanan PBB untuk ikut mejaga ketertiban dunia, khususnya atas etnis  Rakhine  di Myanmar Barat. Karena kami melihat bahwa entish Rohingya telah sangat rentan terhadap korban pelanggaran Hak Asasi Manusia serius dan pelanggran hak hak lainya sesuai dalam prinsif-prinsif Deklarasi Hak asai manusia dan kesepakat lainya.

 Kami juga meminta kepada Pemerintahan Mnyanmar secara konsisten untuk dapat membangun dialog dengan semua partai politik, pro-demokrasi, kekuatan-kekuatan sipil lainya, dan semua kelompok etnis kebangsaan, untuk dapat bersama-sama menciptakan satu kesepakatn damai (rekonsiliasi) dan juga melakukan upaya pencabutan atas semua undang - undang yang bernuansa represif dan diskriminatif atas entis minoritas tertentu.

Kami juga menyerukan kepada pemerintah Bangladesh untuk memberikan perlindungan terhadap para pengungsi yang melarikan diri dari kekerasan di Burma barat, sesuai dengan standar norma-nora pemnuhan hak-hak pengungsi yang di jamin oleh nilai-nilah Hak asasi Manusia.

Solidarity Indonesia for Asean Peopels (SIAP) mendesak kepada sekertariat ASEAN di Jakarta untuk melakukan upaya-upaya tekanan baik secara politik atau Diplomasi terhadap pemerintah Myanmar untuk dapat melakukan investigasi dan penyelesain konflik atas nama agama dan etnis ini. Dan juga Kami percaya bahwa pembangunan Myanmar kedepan membutuhkan satu komitmen untuk dapat mengatasi masalah diskriminasi dan hukum-hukum tidak berpihak kepada kelompok minoritas.dan kami pikir inilah saatnya Persiden Thein Sein untuk melakukan langkah reformasi demi kemajuan Myanmar dimasa yang akan datang.

Demikian rilis ini disebarkan atas nama Solidaritas Asean, mari akhir konflik berkepanjangan atas nama agama, rasis,entis dan kesukuan lain di ASEAN.

Jakarta, 13 Juni 2012
In Solidarity,
Dedi A Ahmad
Coordinator Solidarity Indonesia for Asean Peopels (SIAP)


Editor: Safrizal

Related News

Tidak ada komentar:

Leave a Reply