Kekerasan dan penyerangan di Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura terjadi pada hari Minggu (26/8/2012) sekitar jam 11 pagi dan korban meninggal 2 orang. Sebelumnya sekitar 500-an orang berkumpul dan terkonsentrasi di sekitar Kampung Nangkernang sejak pukul 8 pagi.
“Massa tersebut membawa clurit, pedang, pentungan dan sejumlah bom molotov, Penyerangan itu tidak hanya kepada properti Ustad Tajul Muluk, tetapi dapat dikatakan ke seluruh warga Syiah di sana.” sebagaimana diungkapkan Aliansi Solidaritas Kasus Sampang di LBH Jakarta, Senin (27/8/2012).
keterangan Iklil, abang Tajul Muluk dan Zaini, yang berada di sekitar lokasi, ratusan massa itu adalah massa pelaku yang sama yang pernah membakar dan meneror mereka pada 29 Desember 2011. Catatan aliansi mengatakan massa mulai membakar dan melakukan kekerasan sekitar pukul 11.00 Kekerasan dilakukan kepada warga jemaat Syiah yang berada di sana.
Aliansi membeberkan korban tewas dan luka-luka berat mencoba membela diri dan melindungi perempuan dan anak-anak. Rata-rata korban mengalami luka-luka akibat serangan benda tajam, lemparan batu, dan bom molotov. Posisi warga Syiah tersebar di sekitar lima titik.
Menurut Iklil, dirinya sudah mengetahui kemungkinan terjadinya penyerangan susulan setelah apa yang terjadi pada pembakaran 29 Desember 2011. Ancaman-ancaman penyerangan yang direncanakan seusai lebaran itu, sambungnya, sudah disampaikan kepada mereka sebelum dan saat Ramadan tiba.
“Para peneror itu mengatakan akan menghabisi dan ‘menyembelih’ warga Syiah jika tetap berada di sana seusai Ramadan,” kata Iklil seperti yang dikutip dalam hasil pemantauan aliansi. “Kami akan dibuat habis.”
Pada Minggu pada pukul 09.00, Iklil menelepon Polsek Omben dan menelpon Polres Sampang untuk menginformasikan adanya eskalasi massa yang mencekam di sekitar kampungnya. Laporan via telpon itu diterima dan ditanggapi dengan janji akan mengirimkan anggota polisi ke TKP. Terlihat di sekitar TKP tidak lebih tidak lebih dari 5 orang personil kepolisian yang berada di sana.
“Eskalasi kekerasan dan pembunuhan terhadap Muslim Syiah di Sampang yang terus-menerus sangat dipengaruhi oleh buruknya kinerja pemerintah daerah, polisi, pejabat Kementrian Agama, Bakesbangpol, dan lain-lain yang telah menunjukkan sikap tidak netral,” demikian aliansi tersebut. “Kami Aliansi Solidaritas Kasus Sampang akan melakukan langkah-langkah keras meminta pertanggungjawaban Presiden dan Kapolri untuk berhenti menjadi penonton yang tidak netral dan menghentikan pembantaian.”
Aliansi yang terdiri dari 16 LSM pemantau masalah HAM itu mengatakan kasus Sampang adalah bukti kesekian kali bahwa negara telah lumpuh dan tidak bisa dipercaya untuk menjamin keamanan dan perlindungan hukum bagi warga minoritas. Selain itu, sambungnya, negara juga dianggap membiarkan satu pihak dengan ajarannya yang brutal untuk eksis dengan memberangus dan membantai kelompok lain.
Tanggapan Kasus Sampang menurut:
- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rapat kabinet terbatas, Selasa (27/08), mengatakan peristiwa penyerangan terhadap pengikut Syiah di Sampang, Madura, semestinya sudah bisa dideteksi jika intelijen bekerja optimal.
- Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan pemerintah masih harus mengkaji sejumlah kemungkinan termasuk kembali menempatkan korban penyerangan. "Saya akan dalami ini dulu mana yang lebih ideal apakah tetap tinggal di situ atau relokasi nanti malam kita bahas di Surabaya," kata Gamawan seusai menghairi rapat terbatas dengan Presiden Yudhoyono.
- Human Rights Working Group (HRWG) akan membawa kasus tersebut ke sidang Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB pada September mendatang. Peritiwa tersebut dianggap membuktikan pemerintah Indonesia bersikap intoleran karena tidak melindungi warga negaranya. Aliansi tersebut terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat seperti Asian Muslim Action Network (Aman Indonesia), HRWG, Elsam, Komnas Perempuan, Kontras, LBH Jakarta, dan Setara Institute.
- MPR mengecam aksi kekerasan massa terhadap kaum syiah di Sampang, Madura. Aksi semacam ini tidak boleh ditolerir dan harus diproses hukum. "Penyerangan terhadap kelompok minoritas yang terus menerus, berulang berkepanjangan dengan sasaran yang terus silih berganti ini sungguh berbahaya. Bayangkan setelah yang menjadi sasaran adalah kelompok minoritas Ahmadiyah, kemudian melebar ke jamaah MTA (Majelis Tafsir Al-Quran) di Jawa Tengah, kemudian berlanjut ke kelompok Syiah. Jangan-jangan nanti akan berlanjut kepada kelompok berikutnya lagi yg minoritas di suatu daerah. Terus berlanjutnya serangan ini sungguh tidak lagi bisa ditoleransi," kecam Wakil Ketua MPR Hadjriyanto Y Tohari, kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (27/8/2012).
- Staff Khusus Presiden bidang Hubungan Masyarakat, Heru Lelono, memaparkan kronologi kejadian yang diperoleh dari Deputi V Menko Polhukam Irjen Pol Bambang Suparno. Aksi massa ini terjadi pada 26 Agustus 2012 pukul 11.00 WIB di kampung Nakernang desa. Karang Gayam, Omben, Sampang, Madura. Peristiwa bermula dari sekelompok orang dari kelompok Tajul berniat ke Malang untuk bersilahturahim Idul Fitri. Namun berkembang isu mereka ke Pasuruan mendatangi seorang imam Syiah yang memicu kemarahan pihak Syuni sehingga menyerang membakar rumah milik kelompok Syiah.
- Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, menilai penyerangan terhadap penganut Syiah di Sampang, Jawa Timur, Ahad, 26 Agustus 2012, bukan semata kesalahan intelijen dalam mengantisipasi konflik. "Akar masalahnya adalah kebencian terhadap perbedaan," kata Haris Azhar saat dihubungi Tempo, Senin, 27 Agustus 2012. Menurut dia, pemerintah–dari Presiden, menteri, gubernur, sampai komandan aparatur yang bertugas di lapangan—punya tanggung jawab mencegah konflik seperti ini terjadi. "Tapi yang kita lihat justru sikap anti-terhadap perbedaan, sehingga kaum minoritas seperti Syiah ini jadi tidak terlindungi," kata Haris.
- Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Rizal Ul Haq mengatakan, penyerangan terhadap kelompok Syiah di Sampang, Madura merupakan bentuk kriminalisasi terhadap kelompok minoritas. “Meningkatnya teror terhadap kelompok-kelompok minoritas harus diwaspadai karena merefleksikan gejala eskalasi kriminalisasi yang menimpa kelompok-kelompok keagamaan yang dianggap berbeda,” ungkap Fajar Riza Ul Haq dalam siaran pers dari Maarif Institute di Jakarta.
Foto Dokumentasi
Polisi melihat tempat kejadian perkara |
Polisi bersama warga melihat tempat kejadian perkara |
Korban Kerusahan Warga di Sampang Petugas mendata warga korban kerusuhan antarwarga Desa karang gayam kecamatan Omben dan Desa Bluuran di Kecamatan Karang Penang, Kabupaten Sampang,di hall tenis indoor, Minggu (26/8/2012). Bentrokan warga yang diduga akibat berbeda aliran keagamaan menyebabkan satu orang tewas dan belasan rumah dibakar. |
Editor: Safrizal
Sumber:
Tidak ada komentar: