Mengkritisi Zaini-Muzakir

Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh
Oleh Mukhlisuddin Ilyas
ADA banyak janji dan harapan di pundak Zaini-Muzakir sebagai pemimpin Aceh. Janji-janji yang disampaikan ketika tahapan kampanye pada Pilkada lalu mengharuskan keduanya perlu dikontrol secara sistematif dan holistik dalam bingkai kritis oleh masyarakat Aceh secara berkelanjutan.

Begitu juga harapan, bukan saja harapan kalangan PA (Partai Aceh) yang mengharap panglima mereka untuk bisa merealisasikan janji-janji yang telah menjadi konsumsi publik saat kempanye. Tapi juga ada kita sebagai masyarakat untuk berharap supaya setiap janji Zaini-Muzakir harus dilunasi. Jika setiap janji tidak bisa dilunasi maka sama saja “Gubernur MoU” dengan “Gubernur DOM” masa-masa silam.

Mengkritisi janji, pola kepemimpinan, alokasi anggaran dan kebijakan dalam segala disiplin dan isu dibawah pemerintahan Zaini-Muzakir adalah sebuah kewajiban bagi semua elemen masyarakat Aceh. Masyarakat Aceh memiliki hak dan kewajiban untuk berfikir dan bertindak dalam setiap gagasan dan implimentasi pembangunan Aceh dibawah kekuasan Zaini-Muzakir. Salah satunya adalah dengan sikap kritis dan memberantas setiap intimidasi.

Formalnya, suara masyarakat Aceh sudah diwakilkan kepada anggotan DPRA dan DPRK. Tapi itu belum cukup. Masyarakat Aceh masih punya hak untuk menyampaikan aspirasi, mengontrol atau malah mengkritisi Zaini-Muzakir sebagai pengingat untuk selalu berjalan pada jalan yang benar atas nama rakyat Aceh bukan rakyat yang lain yang minoritas.

Mengkritisi kepemimpinan adalah sebuah keharusan yang perlu secara terus menerus dilakukan dalam menjalankan sebuah organisasi pemerintahan dibawah Zaini-Muzakkir. Karena dengan mengkritisi, maka organisasi akan selalu berjalan sesuai dengan misi dan visi yang bisa mengaktualisasi dengan janji-janji masa kampanye.

Dulu kita bisa menyalahkan sistem Pemerintah Indonesia karena tidak bisa mensejahterakan masyarakat Aceh. Dan kita melakukan pemberontakan kala itu. Saat ini sistem sudah di tangan kita “masyarakat Aceh” maka harus dengan serius memikirkan untuk kesejahteraan masyarakat Aceh. Peluang ini harus dimanfaatkan, jika tidak masyarakat pasti akan kecewa untuk selamanya.

 Peran media
Peran media, LSM (lembaga swadaya masyarakat) dan mahasiswa untuk mengawal Zaini-Muzakir sudah menjadi keharusan dalam mengontrol setiap kebijakan pemerintah Zaini-Muzakir. Namun sejauh ini belum ada upaya positif dan membumi yang dilakukan ketiga organisasi itu dalam mengawal kebijakan Zaini-Muzakir. Sebagai contoh absennya pemerintah Zaini-Muzakir dalam menyalurkan Beasiswa Anak Yatim 2012. Biasanya Anak Yatim di Aceh, liburan Idul Fitri selalu ada “oleh-oleh” dari pemerintah Aceh untuk mereka.

Biasanya jika eksekutif absen memberikan pelayanan terbaik bagi rakyatnya. Suara kritis akan muncul dari Gedung DPR Aceh. Namun sejak Zaini-Muzakir dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, suara bernada kritik dalam memaksimalkan kinerja pemerintah nyaris ditelan bumi. Kita sudah tidak mendengar lagi kritikan Abdullah Saleh, Adnan Beuransyah dan lain-lain dari gedung parlemen.

Untuk itu, elemen seperti media, LSM dan mahasiswa di Aceh harus bangkit demi nilai-nilai keacehan dalam upaya membebaskan Aceh dari kemiskinan, intimidasi, teror dan segala kemungkaran. Media, LSM dan mahasiswa tidak bisa dilupakan peran kritisnya dalam pembangunan Aceh. Peran ketiga organisasi itu dalam masa-masa rentan seperti DOM dan Referendum dan pasca MoU Helsinki memiliki arti penting bagi semua golongan di Aceh. Tak terkecuali bagi eks GAM yang saat ini memiliki kekuasaan baik parlemen maupun eksekutif.

Sungguh berdosa dan cacat sendi-sendi pembangun dan demokrasi Aceh ke depan. Jika saat ini, media, LSM dan mahasiswa tidak berperan dalam menyampaikan aspirasi-aspirasi kritis dalam mengawal Pemerintahan Aceh. Dulu Media, LSM dan Mahasiswa seakan-akan tak pernah kehabisan energi dalam memperjuangkan hak rakyat Aceh untuk hidup aman, damai dan terhindar dari kemiskinan. Tapi saat ini terkesan spirit perjuangan media, LSM dan mahasiswa mulai kendur untuk tidak mengatakan sudah mulai dikotori.

 Janji-janji politik
Setidaknya ke depan, ada 21 poin tugas media, LSM dan mahasiswa untuk mengontrol dan mengktritisi Pemerintah Aceh dalam upaya memaksimal pembangunan dan demokratisasi di Aceh. 21 Tugas tersebut adalah janji-janji politik Zaini-Muzakir yang disampaikan dalam 55 kali kampanye pada 22 Maret-5 April 2012 selama kampanye untuk dapat dikawal dan dikritisi supaya dapat diimplimentasi lima tahun ke depan.

Progam itu adalah (1) Mewujudkan pemerintahan Aceh yang bermartabat dan amanah. (2) Mengimplimentasikan dan menyelesaikan turunan UUPA. (3) Komit menjaga perdamaian Aceh sejalan MoU Helsinki. (4) Menerapkan nilai-nilai budaya Aceh dan Islam di semua sektor kehidupan masyarakat. (5) Menyantuni anak yatim dan kaum duafa. (6) Mengupayakan penambahan kuota haji Aceh. (7) Memberangkatkan jamaah haji dengan kapal pesiar. (8) Naik Haji gratis bagi anak Aceh yang sudah aqil baliq. (9) Menginventarisir kekayaan dan sumber daya alam Aceh. (10) Menata kembali sektor pertambangan Aceh.

Poin (11) Menjadikan Aceh layaknya Brunai Darussalam dan Singapura. (12) Mewujudkan pelayanan kesehatan gratis yang lebih bagus. (13) Mendatangkan dokter spesialis dari luar negeri. (13) Pendidikan gratis dari SD hingga perguruan tinggi. (14) Memberikan Rp 1 juta/bulan dari dana hasil migas. (16) Mengangkat honorer PNS. (17) Meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh. (18) Membuka lapangan kerja baru. (19) Meningkatkan pemberdayaan ekonomi rakyat. (20) Memberantas kemiskinan dan menurunkan angka pengangguran. (21) Mengajak kandidat lain untuk sama-sama membangun Aceh (Serambi Indonesia, 2012).

Akhirnya Zikir kita sebagai singkatan dari Zaini-Muzakir pemimpin kita, pemimpin rakyat bagi semua golongan di Aceh perlu dikritisi bukan karena buruk sangka, balas dendam dan lainnya. Melainkan harus diniatkan karena kita mencitai Aceh dan menyanyangi pemimpin. Kritis dalam tujuan untuk kemaslahatan Aceh, mempercepat pemerataan pembangunan di Aceh. Sikap kritis ditujukan untuk menambah spirit kerja dan pengabdian Zikir bagi masyarakat dan bangsa Aceh adalah sebuah keharusan dan “wajib” hukumnya. Mari kita berzikir!

* Mukhlisuddin Ilyas, Mahasiswa Program Studi S3 Universitas Negeri Medan. Email: mukhlisuddin.ilyas@gmail.com

Related News

Tidak ada komentar:

Leave a Reply